Sejak berakhirnya era rejim otoriter Orde Baru yang ditandai dengan mundurnya Presiden
Sohearto pada 1998, Indonesia akhirnya mengalami fase gelombang demokratisasi seperti
dialami berbagai negara lain di Eropa Selatan, Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Pemilu
demokratis dan multipartai pertama pascarejim otoriter pada 1999 menandai momentum
berkelanjutan dari transisi demokrasi yang dialami Indonesia.
Setelah reformasi politik dan demokratisasi berlangsung lebih dari 15 tahun, dan pemilu‐
pemilu semakin bebas, demokratis dan bahkan langsung, muncul berbagai kritik dan
gugatan terhadap peran dan kontribusi partai politik. Di satu pihak, parpol adalah salah
satu agen utama sistem demokrasi, sehingga sangat diharapkan kontribusi dan solusinya,
tidak hanya dalam meningkatkan kualitas demokrasi ke arah yang lebih substansial dan
terkonsolidasi, tetapi juga dalam meningkatkan kualitas tata‐kelola pemerintahan. Namun
di pihak lain, parpol juga dianggap sebagai salah satu sumber problem itu sendiri. Betapa
tidak, kasus‐kasus korupsi, suap, dan penyalahgunaan kekuasaan yang masih marak pasca‐
Soeharto, ternyata melibatkan semua parpol dan unsur pimpinan parpol, baik di jajaran
pemerintahan maupun lembaga‐lembaga legislatif, di tingkat pusat hingga daerah.