Perkembangan teknologi finansial berbasis Syariah atau Fintech Syariah, membuka peluang baru bagi perluasan inklusi keuangan, khususnya di kalangan masyarakat Muslim pedesaan seperti Desa Pakisjajar. Namun, potensi ini seringkali tidak berjalan optimal dikarenakan pemahaman masyarakat terhadap konsep dan prinsip layanan keuangan Syariah masih terbatas. Banyak warga yang merasa ragu terhadap kesesuaian Fintech dengan ajaran Islam, terutama terkait larangan Riba, Ghara, dan Maysir. Penelitian ini bertujuan untuk menggali bagaimana masyarakat Desa Pakisjajar memahami, menafsirkan, dan merespons kehadiran Fintech Syariah dalam kehidupan sehari-hari mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan fokus pada eksplorasi lapangan. Kerangka analisis didasarkan pada teori Struktural Fungsionalisme, Diffusion of Innovation, literasi keuangan Syariah sebagai pisau bedah dalam memahami pola-pola pemaknaan di masyarakat. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi terhadap warga dengan latar belakang sosial dan pendidikan yang beragam. Analisis data dilakukan melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, dengan uji keabsahan melalui triangulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap Fintech Syariah masih cenderung rendah dan bercampur dengan keraguan atau informasi yang tidak lengkap. Sebagian besar warga belum familiar dengan bentuk digital dari layanan keuangan Syariah dan cenderung mengandalkan pemahaman tradisional. Namun, pendekatan edukasi berbasis agama serta peran tokoh lokal terbukti dapat membangun kepercayaan dan memperluas pemahaman masyarakat secara perlahan. Penelitian ini menekankan pentingnya pendekatan edukasi yang kontekstual dan berbasis nilai, agar Fintech Syariah dapat diterima dan dimanfaatkan secara bijak oleh komunitas Desa.
Fintech Syariah, Pemahaman Masyarakat, Literasi Keuangan Syariah